Senin, 26 September 2016

Telaga Keilmuan dari Tarim

Tokoh ulama yang berdakwah dengan kelembutan ala Rasulullah saw ini telah melintas berbagai benua di dunia, gerakan jihad Al-Habib Umar bin Hafizh mengukuhkan beliau sebagai satu dari 50 urutan teratas The 500 Most Influental Muslims, yang diterbitkan oleh Center for Muslim-Christian Understanding, Amerika Serikat.

Lahir di Tanah Seribu Wali

Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz dilahirkan pada hari Senin, 27 Mei 1963 M atau 4 Muharram 1383, beliau adalah seorang ulama dunia era modern. Al-Habib Umar tinggal di Tarim, Yaman di mana beliau menjadi pengasuh lembaga pendidikan Dar-al Musthafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun di bawah manajemen Al-Habib Umar.

Al-Habib Umar memegang peran aktif dalam dakwah Islam, saking aktifnya sehingga beliau menghabiskan waktu sepanjang tahunnya, mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia, demi menegakkan risalah Allah dan sunah Rasulullah saw.

Al-Habib Umar terlahir di Tarim, Hadramaut, salah satu kota tertua di Yaman yang terkenal di seluruh dunia dengan berlimpahnya para ilmuwan dan para ulama dari kota ini selama berabad-abad. Al-Habib Umar dibesarkan oleh keluarga yang memiliki tradisi intelektual keilmuan Islam dan kejujuran moral, sebagaimana ayahanda beliau adalah seorang pejuang dakwah terkenal, Sang Intelektual, Sang Dai Besar, Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim.


Kebesaran para Pendahulu

Ayahanda Al-Habib Umar seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan hidupnya demi penyebaran Islam. Namun, kejadian tragis menimpa ketika Habib Muhammad bin Salim diculik oleh kelompok komunis. Demikian pula kedua kakek beliau, al-Habib Salim bin Hafiz dan al-Habib Hafiz bin Abdullah yang merupakan intelektual Islam yang sangat dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya. Mata rantai keilmuan dari ayah dan kakek makin menegaskan kemuliaan dari para pendahulu Al-Habib Umar.


Penculikan itu terjadi ketika Al-Habib Umar sedang menemani ayahnya untuk shalat Jum’ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis dan Al-Habib Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi.


Kejadian itu membuat Al-Habib Umar muda menganggap bahwa tanggungjawab untuk meneruskan dakwah yang dilakukan ayahnya seperti seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya di masa kecil. Mulai saat itu, Al-Habib Umar menggerakkan bersemangat, berjihad, perjalanan penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis dan dakwah. Hati beliau dipenuhi cahaya dakwah memperjuangkan dan berusaha keras melanjutkan dakwah sang ayahanda.


Nasab Mulia

Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Abdallah bin Abi Bakar bin Aidarous bin al-Hussain bin Syeikh Abi Bakr bin Salim bin Abdallah bin Abdarrahman bin Abdallah bin Syeikh Abdarrahman Asaqqaf bin Muhammad Maula al-Daweela bin Ali bin Alawi bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Sahib al-Mirbat bin Ali Khali Qasam bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidallah bin al-Imam al-Muhajir ilallah Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidi bin Ja’far as-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayidina Hussain putra dari Sayidina Ali bin Abu Talib dan Sayidah Fatimah as-Zahra puteri Rasulullah Muhammad saw.


Hafal Al-Qur’an di Usia Belia

Al-Habib Umar telah hafal Al-Qur’an pada usia yang sangat muda, tidak hanya itu beliau juga menghafal berbagai teks inti dalam fikih, Hadis, Nahwu Sharaf dan berbagai fan ilmu agama, menjadikan beliau berada dalam lingkaran keilmuan yang dipegang teguh ulama salaf sebagaimana Syeikh Muhammad bin Alawi bin Shihab dan al-Shaikh Fadl Baa Fadl serta para ulama di Ribat, Tarim.


Merantau ke Kota Al-Bayda

Al-Habib Umar telah menguasai ilmu agama dan hafal Al-Qur’an di usia muda, karena kekhawatiran akan keselamatan beliau, akhirnya diputuskan Al-Habib Umar merantau ke kota Al-Bayda yang terletak di Yaman Utara, jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang Sayyid muda.


Di Al-Bayda dimulailah babak baru perjuangan dakwah Al-Habib Umar. Masuk sekolah Ribat di al-Bayda beliau mulai belajar ilmu di bawah bimbingan ulama, seperti al-Habib Muhammad bin Abd-Allah al-Haddar dan al-Habib Zain bin Sumait. Tekad beliau terpenuhi ketika ditunjuk sebagai seorang guru di sana. Al-Habib Umar terus melanjutkan perjuangan tanpa lelah dalam bidang Dakwah.


Kota al-Bayda dan daerah di sekitarnya tidak luput dari perjalanan dakwah Al-Habib Umar, mengenalkan Islam dan akhlak Rasulullah saw ke dalam hati penduduk. Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di mesjid-mesjid setempat dibimbing beliau untuk mengenal lebih dalam tentang Islam dan menghafal Al-Qur’an.


Siang malam terus bergerak hingga menyebabkan Al-Habib Umar kurang istirahat, sama sekali beliau tidak peduli, jalan dakwah yang dipilih menunjukkan hasil yang besar bagi mereka yang tersentuh dengan ajaran Al-Habib Umar, terutama para pemuda yang sebelumnya telah terjerumus dalam kehidupan yang kosong dan dangkal, telah mengalami perubahan hingga sadar bahwa hidup memiliki tujuan.


Orang-orang yang menghadiri majelis Al-Habib Umar merasa bangga dengan indentitas sebagai orang Islam, mengenakan sorban dan memusatkan perhatian meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Rasulullah saw.


Hadiah Putri Sang Guru

Perjuangan Al-Habib Umar tak kenal lelah membuat orang-orang yang telah mendapat sentuhan dakwahnya mulai berkumpul mengelilingi dan membantu dalam perjuangan dakwah di berbagai kota besar maupun kecil di Yaman Utara. Pada masa ini, beliau mulai mengunjungi banyak kota-kota maupun masyarakat di seluruh Yaman, mulai dari kota Ta’iz di utara, untuk belajar ilmu dari mufti Ta‘iz al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya dan Syeikh al-Habib Muhammad al-Haddar, sehingga ia memberikan puterinya untuk dinikahi Al-Habib Umar setelah menyaksikan bahwa dalam diri Al-Habib Umar terdapat sifat-sifat mulia Rasulullah saw dan keilmuan yang tinggi.


Hijrah ke Hijaz

Ketika Al-Habib Umar melakukan perjalanan ibadah Haji ke Mekkah, beliau menggunakan kesempatan belajar kepada para ulama terkenal di sana, terutama dari al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad al-Saqqaf, guru beliau melihat dalam hati Al-Habib Umar muda penuh semangat mencari ilmu dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, mencintai lautan ilmu pengetahuan. Kecintaan guru Al-Habib Umar juga terlihat ketika beliau mengaji kepada al-Habib Ahmed Mashur al-Haddad dan al-Habib Attas al-Habashi.


Mulai Dikenal Dunia

Setelah Perjalanan ke Hijaz, nama al-Habib Umar bin Hafiz mulai populer dan tenar. Perjuangan beliau terus dilestarikan, tiada waktu yang terbuang sia-sia, setiap saat dipenuhi dengan mengingat Allah dan menyeru ajaran-Nya.


Dakwah Al-Habib Umar makin meluas tidak hanya di Yaman, tapi daerah jazirah Arab lainnya. Sebagaimana ketika beliau menghadiri pertemuan ulama di Oman adalah fase berikutnya dalam perkembangan gerakan dakwah beliau. Bahkan, Al-Habib Umar berdakwah dan tidak kembali hingga beberapa tahun.


Bibit-bibit pengajaran dan kemuliaan juga ditanamkan di kota Shihr di Yaman Timur, kota pertama yang disinggahinya ketika kembali ke Hadramaut, Yaman. Di sana ajaran-ajaran beliau mulai tertanam dan diabadikan dengan pembangunan Ribat al-Mustafa. Ini merupakan titik balik utama dan dapat memberi tanda lebih dari satu jalan, dalam hal melengkapi aspek teoritis dari usaha ini dan menciptakan bukti-bukti konkrit yang dapat mewakili pengajaran-pengajaran pada masa depan.


Mendirikan Pesantren Dar Al-Musthafa

Setelah berkeliling mencari ilmu dan berdakwah di beberapa Negara Arab, Al-Habib Umar pulang ke Tarim. Di kota seribu wali ini beliau mengajar, membangun mental agamis orang-orang di sekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan kebenaran dan mencagah kebatilan. Pada tahun 1993 M atau sekitar 1414 H, Al-Habib Umar membangun Dar-al Musthafa atau Pondok Pesantren Darul Musthafa sebagai wadah induk perjuangan jihad beliau di jalan Allah.


Darul Musthafa menjadi hadiah beliau di dunia, dari pesantren itulah beliau menyebarkan ajaran para salafussholeh, hingga menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dalam waktu singkat, santri dari berbagai Negara jauh datang ke kota Tarim, berada di sekitar beliau, mengais ilmu dan barokah Al-Habib Umar. Berbondong-bondong murid beliau dari Eropa, Asia, Afrika, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro, Tanzania, Kenya, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat, Kanada, dan lain-lain.


Dari Yaman, Al-Habib Umar akan menjadi tonggak utama dalam penyebaran Ilmu dan perilaku mulia yang kemudian disebarkan oleh santri-santri beliau ke seluruh penjuru dunia.


Majelis Muwashalah

Tahun 1994 M Awal kedatangan Al-Habib Umar ke Indonesia. Beliau diutus oleh Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf untuk mengingatkan dan menggugah ghirah (semangat atau rasa kepedulian) para Alawiyyin Indonesia. Metode dakwah yang mengedepankan akhlak dan kesejukan disambut hangat oleh umat Islam Indonesia. Masyarakat dengan sangat antusias mengingat bahwa kakek beliau yang kedua, Al-Habib Hafidz bin Abdullah bin Syekh Abubakar bin Salim, berasal dari Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia. Dakwah indah dan sejuk yang kemudian terbentuk dalam wadah Majelis Muwashalah baina Ulamail Muslilin itu bersumber dari sang kakek Nabi Muhammad saw, diterima oleh berbagai kalangan, baik pemerintah maupun rakyat, kaya ataupun miskin, tua ataupun muda, berbondong-bondong mendekat dan duduk di majelis ilmu Al-Habib Umar yang sudah terjalin lintas Negara Asia.


Di Indonesia Al-Habib Umar membuat kerjasama dengan pihak, seperti pemerintah dan pengasuh pesantren (Kiai) untuk pengiriman sumber daya manusia berkualitas, khususnya para Kiai pimpinan pondok pesantren untuk mengikuti program pesantren kilat selama tiga bulan di bawah bimbingan langsung Al-Habib Umar atau belajar langsung kepada beliau di Yaman. Banyak santri-santri di Indonesia menuntut ilmu di Darul Musthafa, dan telah melahirkan banyak dai yang meneruskan perjuangan dakwah di berbagai daerah Indonesia.

Tentu, kita berharap bisa terus berkumpul dengan para ulama sholeh, untuk mendapat kemuliaan ilmu yang mereka miliki, membersihkan hati sebagaimana beningnya hati mereka, mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana dekatnya mereka kepada-Nya, hingga kita bisa mendapatkan barokah cahaya maunah dan limpahan rahmat-Nya. Amin… {}

Sumber : www.aswaja.com

Tidak ada komentar: