Minggu, 28 Agustus 2016

Mengenal Sejarah Mushaf

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Al Quran hanya berada di dada-dada kaum Muslimin. Ada juga yang ditulis di pelepah pelepah daun kurma, batu putih yang tipis, dan lain- lain. Selama pemerintahan Utsman bin affan, umat Islam sibuk melibatkan diri di medan jihad yang membawa Islam hingga ke berbagai pelosok yang berbeda-beda. Berangkat dari suku kabilah dan provinsi yang beragam, sejak awal para pasukan tempur Islam memiliki dialek yang berlainan. Sebagai akibat adanya perbedaan penyebutan huruf dalam AlQur’an, menyebabkan mulai nampaklah kerancuan dan perselisihan dalam masyarakat.


Hudhaifa bin al-Yaman pergi menemui Utsman setelah ia melihat perbedaan di kalangan umat Islam di beberapa wilayah dalam mernbaca Al Quran. Kepada khalifah, dia menasihati, “Ambillah tindakan untuk umat ini sebelum berselisih tentang kitab rnereka seperti orang Kristen dan Yahudi”.

Adanya perbedaan dalam bacaan Al Quran ini sebenarnya bukan banang baru. Bahkan Umar sudah rnengantisipasi hal ini sejak zaman pemerintahannya. Awalnya ia Ibn Mas’ud ke irak, setelah itu ia dilapori, bahwa Ibn Mas’ud mengajarkan Al Quran dalam dialek Hudhail ( dialek Ibn Mas’ud ) yang membuat Umar tidak menyukainya, “ Al Our’an itu diturunkan dalam dialek Ouraish, maka ajarkanlah menggunakan dialek Quraish, bukan menggunakan dialek Hudhail.” Dalam masalah ini komentar Ibn Hajar dirasa sangat penting. “ Bagi kalangan umat Islam bukan Arab yang ingin membaca Al Quran, pilihan bacaan yang tepat adalah berdasarkan dialek Quraishi.”

Mungkin tidak setiap Muslim tahu bahwa Al Quran yang banyak dibaca saat ini dulunya adalah berasal dan ayat-ayat Al Quran yang berserakan. Namun, akhirnya lembaran ayat berserakan tersebut dikumpulkan rnenjadi satu buku mushaf pada masa Khalifah Utsman bin Affan hingga kemudian disebut Mushaf Utsmani.

Pada rnasa kekuasaan Khalifah Utsman bn Affan ini, mushaf masih gundul, tidak berharakat atau tidak terdapat tanda baca. Untuk rnenghindarkan salah baca, ahli bahasa bernama Abu Al Aswad Zalim bin Sufyan ad Dhu’ali merumuskan tanda harakat dan titik, atas perintah Khafilah Ali bin Abi Thalib.

Menyamakan Dialek

Seperti ditulis di bagian awal artikel ini, orang yang mula - mula menaruh perhatian terhadap kemungkinan pertikaian yang terjadi di kalangan masyarakat Islam dalarn hal bacaan Al Quran adalah Huzaifah bin Yaman. Seorang sahabat Rasulullah yang terkenal karena kecerdasan dan cepat tanggapnya terhadap suatu kondisi.

Dari kekhawatiran Huzaifah inilah Khalifah Utsman segera bertindak dengan meminta kumpulan naskah Al Quran yang disimpan Hafsah binti Umar, yaitu kumpulan ayat-ayat yang masih berserakan pada berbagai media pada zaman pemerintahan Abu Bakar. Beliau kemudian membentuk suatu tim yang beranggotakan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair serta Abdurrahman bin haris. Tugas yang harus dilaksanakan tim ini adalah membukukan lembaran-lembaran lepas tersebut dengan cara menyalin ulang ayat-ayat Al Quran ke dalam sebuah buku yang disebut mushaf.

Terdapat dua riwayat tentang bagaimana Utsman melakukan tugas ini. Satu di antaranya adalah beliau membuat naskah mushaf semata-mata berdasarkan kepada Suhuf (lembaran-lembaran) yang disimpan di bawah penjagaan Hafsa, bekas istri Nabi Muhammad SAW. Riwayat kedua menyatakan bahwa Utsman memercayakan pada dua belas orang sahabat untuk mengurusi tugas pernbukuan ini dengan mengumpulkan dan menabulasikan AlQur’an yang ditulis di atas kertas kulit pada zaman Nabi Muhammad SAW.

Sejarawan Ibn ‘Asakir (w. 571 H) menyertakan instruksi Utsman di riwayat versi kedua ini : “ Orang - orang telah berbeda dalam bacaan mereka, dan saya menganjurkan kepada siapa saja yang memiliki ayat-ayat yang dituliskan di hadapan Nabi Muhammad SAW hendaklah diserahkan kepadaku”. Maka orang-orang pun menyerahkan ayat ayatnya yang ditulis diatas kertas kulit dan tulang serta daun-daun, dan siapa saja yang menyumbang memperbanyak kertas naskah, mula-mula akan ditanya oleh Utsman, “Apakah kamu belajar ayat-ayat mi (seperti dibacakan) langsung dan Nabi sendiri? Semua penyumbang menjawab disertai sumpah dan semua bahan yang dikumpulkan telah diberi tanda atau nama satu per satu yang kemudian diserahkan pada Zaid bin Thabit. Kedua versi riwayat ini sepaham bahwa Suhuf yang ada pada Hafsa memainkan peranan penting dalam pembuatan Mushaf Utsmani.

Dalam pelaksanaannya, Khalifah Utsman mengintruksikan agar penyalinan tersebut harus berpedoman kepada bacaan mereka yang menghafalkan Al Quran. Seandainya terdapat perbedaan dalam pembacaan, maka yang ditulis adalah yang berdialek Quraisy, karena Al Quran diturunkan dalam bahasa Quraisy. Bahasa yang digunakan oleh Rasulullah , bahasa yang paling tinggi kedudukan tata bahasanya.

Disebar ke Negeri - Negeri Islam

Salinan kumpulan Al Quran yang dikenal dengan nama Al Mushaf ini kemudian oleh panitia tersebut diperbanyak sejumlah lima buah. Empat naskah dibawa ke Makkah, Suriah, Basra, dan Kufah. Sementara, satu naskah lagi tetap berada di Madinah yang disebut Mushaf Al-lmam.

Sebagaimana tujuan awal pengumpulan Al Quran tersebut, yaitu untuk mempersatukan semua umat Islam yang sempat terpecah belah karena adanya perbedaan dalam pembacaan Al Quran. Sejak saat itu, kaum Muslimin bersatu di atas satu Mushaf Utsmani. Mushaf yang dirumuskan dengan nukilan yang mutawatir, sehingga tidak ada perbedaan atau perselisian sedikit pun dalam nukilan tersebut. Mushaf Al Quran yang disebut sebagai Mushaf Utsmani akan tetap terpelihara di atas pemeliharaan Allah sampai han kiamat.r) 4,

Dari berbagai sumber

Sumber : Majalah Nurul hayat Edisi 151, Kolom Khazanah

1 komentar: