1. Memperkuat keimanan kita kepada Allah .
Iman adalah hal yang sangat esensi
dalam Islam. Tak ada artinya amal perbuatan sebaik apapun jika tidak dilandasi
dengan iman di dalam hati. Salah satu wujud keimanan adalah membiasakan hati
untuk menerima apa yang kita terima, karena hakikatnya itu adalah pemberian
dari Allah . Kita harus
bersyukur dan merasa cukup. Iman akan memperkaya hati, sehingga membuat dunia
justru mengikuti kita. Sebaliknya, apabila keadaan hati kita fakir, meskipun
kita punya kekayaan dunia yang melimpah ruah, kita akan terus menerus merasa
kurang. Kita tidak akan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, karena adanya
kerakusan didalam hati kita. Hal inilah
yang kemudian akan membuat kita menderita.
2. Yakin bahwa rezeki dijamin oleh
Allah .
Seorang muslim harus yakin bahwa
rezekinya sudah dijamin oleh Allah sejak dirinya masih berupa janin di dalam rahim
ibunya. Rasullulah bersabda, “ Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin)
seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka
ditulislah rezekinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR Bukhari,
Muslim dan Ahmad)
3. Mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah kompilasi yang
sempurna berisi pedoman hidup bagi manusia untuk meraih kebahagiaan dan
keselamatan dunia dan akherat. Untuk menjadi manusia yang Qona’ah, membaca dan
mempelajari ayat-ayat Al-Quran adalah langkah yang tidak boleh ditinggalkan.
4. Renungi hikmah perbedaan Rezeki.
Salah satu wujud keagungan Allah SWT
adalah Dia menentukan perbedaan rezeki dan kedudukan di antara hamba-hamba-Nya
di dunia. Untuk menjadi manusia yang Qona’ah, hendaknya kita senantiasa memetik
hikmah dari perbedaan tersebut.
5. Banyak memohon qona’ah kepada Allah.
Rasul adalah manusia paling Qona’ah.
Beliau ridho atas apa yang ada dan selalu merasa cukup serta mensyukuri apa
yang dimilikinya. Beliau juga seorang yang paling kuat imannya. Kendati
demikian, beliau tiada pemah surut meminta kepada Allah, agar diberikan
kemampuan untuk bersikap qona’ah. Sebagaimana doa beliau, “Ya Allah, berikan
aku sikap Qona’ah terhadap apa yang Engkau beri kan kepadaku, berkahilah pemberian
itu dan gantilah segala yang luput hilang dariku dengan yang lebih balk.” (HR Hakim).
Sikap
qona’ahnya juga terlihat dan sikap beliau yang tidak meminta kepada Allah ,
kecuali sekedar mencukupi kebutuhan hidupnya saja. Bahkan beliau memohon,” Ya
AlIah, jadikan rezeki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja.”(HR
Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).
6.
Menyadari bahwa rezeki tidak diukur dengan kepintaran.
Sikap
Qona’ah juga bisa diraih jika kita senantiasa menyadari bahwa perolehan rezeki
tidaklah sepenuhnya dipengaruhi faktor kepintaran. Meskipun memang bahwa
kepintaran adalah salah satu jalan untuk memperoleh limpahan rezeki. Kesadaran
seperti ini amat penting, karena pada kehidupan nyata, tidak jarang kita menemukan
bahwa orang dengan pendidikan rendah atau kepintaran biasa biasa saja, justru
dikaruniai rezeki yang lebih berlimpah, daripada mereka yang berpendidikan
tinggi dan lebih pintar.
Oleh
karenanya, kesadaran ini penting kita miliki agar terhindar dari sikap dengki
dan iri ketika hal ini menimpa kepada diri kita. Rasul bersabda, “Janganlah
kalian saling membenci, Janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling
membelakangi (saling berpaling) dan Janganlah kalian saling memutuskan. Jadilah
kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”(HR Muttafaq’alaih)
7.
Banyak melihat pada yang lebih rendah dalam hal duniawi.
Dalam
urusan dunia, hendaklah kita melihat kepada orang yang keadaannya lebih rendah.
Kurangilah melihat kepada yang lebih tinggi, karena hal itu akan menyeret kita
menjadi orang yang kufur terhadap nikmat Allah .
Rasul
bersabda, “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kamu, dan Janganlah
melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian
lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah. “ (HR Bukhari Muslim)
8. Menyadari beratnya tanggung jawab
harta.
Rasul bersabda, “Pada hari kiamat,
kedua kaki seorang hamba tidak akan bisa beringsut, sampai dia ditanya mengenai
empat hal Yaitu, umurnya dihabiskan untuk apa, masa mudanya digunakan untuk apa,
hartanya diperoleh dari mana dan diinfakkan kemana, serta apa yang telah diamalkan
dan ilmu yang diketahuinya (HR. Tirmidzi)
Mari kita tafakuri hadits tersebut. Khusus tentang harta, seorang hamba ditanya dua kali, yaitu darimana memperoleh” dan “kemana membelanjakannya’
Wallahu a’lam bissahwab.
Sumber
:
KH.
Abdurrahman Navis Lc, M.Hi
Rubrik Konsultasi Agama Majalah Nurul hayat
Edisi 145 hal. 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar