Hudhaifa
bin al-Yaman pergi menemui Utsman setelah ia melihat perbedaan di kalangan umat
Islam di beberapa wilayah dalam mernbaca Al Quran. Kepada khalifah, dia
menasihati, “Ambillah tindakan untuk umat ini sebelum berselisih tentang kitab
rnereka seperti orang Kristen dan Yahudi”.
Adanya perbedaan dalam bacaan Al Quran ini sebenarnya bukan banang baru. Bahkan Umar sudah rnengantisipasi hal ini sejak zaman pemerintahannya. Awalnya ia Ibn Mas’ud ke irak, setelah itu ia dilapori, bahwa Ibn Mas’ud mengajarkan Al Quran dalam dialek Hudhail ( dialek Ibn Mas’ud ) yang membuat Umar tidak menyukainya, “ Al Our’an itu diturunkan dalam dialek Ouraish, maka ajarkanlah menggunakan dialek Quraish, bukan menggunakan dialek Hudhail.” Dalam masalah ini komentar Ibn Hajar dirasa sangat penting. “ Bagi kalangan umat Islam bukan Arab yang ingin membaca Al Quran, pilihan bacaan yang tepat adalah berdasarkan dialek Quraishi.”
Mungkin tidak setiap Muslim tahu bahwa Al Quran yang banyak dibaca saat ini dulunya adalah berasal dan ayat-ayat Al Quran yang berserakan. Namun, akhirnya lembaran ayat berserakan tersebut dikumpulkan rnenjadi satu buku mushaf pada masa Khalifah Utsman bin Affan hingga kemudian disebut Mushaf Utsmani.
Pada
rnasa kekuasaan Khalifah Utsman bn Affan ini, mushaf masih gundul, tidak berharakat
atau tidak terdapat tanda baca. Untuk rnenghindarkan salah baca, ahli bahasa
bernama Abu Al Aswad Zalim bin Sufyan ad Dhu’ali merumuskan tanda harakat dan
titik, atas perintah Khafilah Ali bin Abi Thalib.
Menyamakan Dialek
Seperti
ditulis di bagian awal artikel ini, orang yang mula - mula menaruh perhatian
terhadap kemungkinan pertikaian yang terjadi di kalangan masyarakat Islam
dalarn hal bacaan Al Quran adalah Huzaifah bin Yaman. Seorang sahabat
Rasulullah yang terkenal karena kecerdasan dan cepat tanggapnya terhadap suatu
kondisi.
Dari
kekhawatiran Huzaifah inilah Khalifah Utsman segera bertindak dengan meminta
kumpulan naskah Al Quran yang disimpan Hafsah binti Umar, yaitu kumpulan
ayat-ayat yang masih berserakan pada berbagai media pada zaman pemerintahan Abu
Bakar. Beliau kemudian membentuk suatu tim yang beranggotakan Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin Zubair serta Abdurrahman bin haris. Tugas yang harus dilaksanakan
tim ini adalah membukukan lembaran-lembaran lepas tersebut dengan cara menyalin
ulang ayat-ayat Al Quran ke dalam sebuah buku yang disebut mushaf.
Terdapat
dua riwayat tentang bagaimana Utsman melakukan tugas ini. Satu di antaranya
adalah beliau membuat naskah mushaf semata-mata berdasarkan kepada Suhuf
(lembaran-lembaran) yang disimpan di bawah penjagaan Hafsa, bekas istri Nabi
Muhammad SAW. Riwayat kedua menyatakan bahwa Utsman memercayakan pada dua belas
orang sahabat untuk mengurusi tugas pernbukuan ini dengan mengumpulkan dan
menabulasikan AlQur’an yang ditulis di atas kertas kulit pada zaman Nabi
Muhammad SAW.
Sejarawan
Ibn ‘Asakir (w. 571 H) menyertakan instruksi Utsman di riwayat versi kedua ini :
“ Orang - orang telah berbeda dalam bacaan mereka, dan saya menganjurkan kepada
siapa saja yang memiliki ayat-ayat yang dituliskan di hadapan Nabi Muhammad SAW
hendaklah diserahkan kepadaku”. Maka orang-orang pun menyerahkan ayat ayatnya
yang ditulis diatas kertas kulit dan tulang serta daun-daun, dan siapa saja
yang menyumbang memperbanyak kertas naskah, mula-mula akan ditanya oleh Utsman,
“Apakah kamu belajar ayat-ayat mi (seperti dibacakan) langsung dan Nabi
sendiri? Semua penyumbang menjawab disertai sumpah dan semua bahan yang
dikumpulkan telah diberi tanda atau nama satu per satu yang kemudian diserahkan
pada Zaid bin Thabit. Kedua versi riwayat ini sepaham bahwa Suhuf yang ada pada
Hafsa memainkan peranan penting dalam pembuatan Mushaf Utsmani.
Dalam
pelaksanaannya, Khalifah Utsman mengintruksikan agar penyalinan tersebut harus
berpedoman kepada bacaan mereka yang menghafalkan Al Quran. Seandainya terdapat
perbedaan dalam pembacaan, maka yang ditulis adalah yang berdialek Quraisy,
karena Al Quran diturunkan dalam bahasa Quraisy. Bahasa yang digunakan oleh
Rasulullah , bahasa yang paling tinggi kedudukan tata bahasanya.
Disebar
ke Negeri - Negeri Islam
Salinan
kumpulan Al Quran yang dikenal dengan nama Al Mushaf ini kemudian oleh panitia
tersebut diperbanyak sejumlah lima buah. Empat naskah dibawa ke Makkah, Suriah,
Basra, dan Kufah. Sementara, satu naskah lagi tetap berada di Madinah yang
disebut Mushaf Al-lmam.
Sebagaimana
tujuan awal pengumpulan Al Quran tersebut, yaitu untuk mempersatukan semua umat
Islam yang sempat terpecah belah karena adanya perbedaan dalam pembacaan Al
Quran. Sejak saat itu, kaum Muslimin bersatu di atas satu Mushaf Utsmani.
Mushaf yang dirumuskan dengan nukilan yang mutawatir, sehingga tidak ada
perbedaan atau perselisian sedikit pun dalam nukilan tersebut. Mushaf Al Quran
yang disebut sebagai Mushaf Utsmani akan tetap terpelihara di atas pemeliharaan
Allah sampai han kiamat.r) 4,
Dari
berbagai sumber
Sumber
: Majalah Nurul hayat Edisi 151, Kolom Khazanah
1 komentar:
mkc infonx
Posting Komentar