Minggu, 14 Agustus 2016

5 Kedudukan Manusia dalam Sholat

Urusan khusyuk sangatlah besar, keadaannya selalu mengkhawatirkan, hanya saja sedikit sekali yang menyadarinya. Tidak ada yang serius kecuali mereka yang telah difahamkan oleh Allah tentang pentingnya khusyuk. Apabila khusyuk sampai dicabut dari hati seseorang, maka ia adaIah musibah besar bagi pemiliknya. karenanya Rasulullah sampai berdoa, “Ya Allah, aku berlindung dari hati yang tidak khusyuk.”

Tingkatan khusyuk setiap orang berbeda - beda. Setiap waktu, khusyuk juga bisa naik turun. Ada yang khusyuknya seakan menerbangkannya sampai ke awan, tapi juga ada yang selesai dari shalatnya tidak mengerti apa-apa.

DALAM KEKHUSYUKAN, MANUSIA TERBAGI MENJADI LIMA.
Pertama, shalatnya orang yang mendzalimi dirinya sendiri. Ia dikatakan telah mendzalirni dirinya sendiri karena kebutuhan ruhaninya untuk tenang bersama Rabbnya tidak ia penuhi. Yaitu mereka yang sejak berwudhu bercepat cepat dan sembarangan, tidak memperhatikan awal waktunya, shalat tidak tuma’ninah, tidak memperhatikan syarat syarat dan rukunnya. Mereka merasa sudah melaksanakan shalat dan merasa berhak atas pahala shalat. Padahal tidak mendapatkan apa-apa.

Dari Abu Abdillah al Asy’ari bahwasanya Rasulullah melihat seorang laki-laki tidak menyempurnakan ruku’nya dan waktu sujud (dilakukan cepat, seakan akan) mematuk dalam keadaan dia sholat. Maka Rasulullah bersabda, “ Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti itu, Ia mati di luar agama Muhammad. Ia sujud seperti burung gagak mematuk makanan. Perumpaman orang ruku’ tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti orang kelaparan makan sebiji atau dua biji kurma yang tidak mengenyangkannya.” (HR. Abu Ya’la, Al Baihaqy, At Thabrani, dishahihkan oleh lbnu Khuzaimah)

Abu Hurairah berkata, “Sahabat dekatku ( Nabi Muhammad ) melarangku sujud dalam sholat ( dengan cepat ) seperti mematuknya ayam jantan, melarangku berpaling ( ke kanan atau ke kiri ) seperti berpalingnya musang, dan melarangku duduk iq-aa’ seperti kera.” (HR. Thayalisi, Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah)

Nabi menyebut orang yang tidak menjaga batas dan rukun tuma’ninah shalat sebagai pencuri. Bukan hanya pencuri, tapi seburuk - buruknya pencuri. Rasulullah bersabda,     “ Seburuk - buruk pencuri adalah seseorang yang mencuri dari sholatnya. (Para Sahabat bertanya), “Bagaimana seseorang bisa mencuri dari sholatnya?’ (Rasul menjawab), “ Ia tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.” (HR. Ahmad dan At-Thabrani) Bahkan sebenarnya mereka tidak shalat, karena shalat yang tidak tuma’ninah hukumnya tidak sah. Sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah ketika ada orang yang shalat tidak tuma’ninah.

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah masuk ke dalam masjid, kemudian masuk pula seorang laki-laki, kemudian laki-laki itu melakukan sholat kemudian mengucapkan salam kepada Nabi, Nabi menjawab salam tersebut kemudian mengatakan kepadanya, “ Kembalilah ulangi sholat, karena sesungguhnya engkau belum sholat ” Maka kemudian laki-laki itu mengulangi sholat sebagaimana sholatnya sebelumnya,  kemudian ia mendatangi Nabi dan mengucapkan salam, kemudian Nabi mengatakan, “Kembali ulangilah sholat karena engkau belum sholat” ( Hal ini berulang 3 kali). Maka kemudian laki-laki itu mengatakan, “ Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melakukan lebih baik dari shalatku tadi. Maka ajarilah aku. Rasul bersabda, “ Jika engkau berdiri untuk sholat, bertakbirlah, kemudian bacalah yang mudah bagimu dari AI-Qur’an, kemudian ruku’lah sampai engkau thuma’ninah dalam ruku’, kemudian bangkitlah dari ruku’ sampai engkau thuma’ninah beri’tidaI, kemudian sujudlah sampai engkau thuma’ninah dalam sujud, kemudian bangkitlah dari sujud sampai engkau thuma’ninah dalam sujud, kemudian sujudlah sampai engkau thuma’ninah dalam sujud, kemudian bangkitlah sampai engkau thuma’ninah dalam duduk, dan lakukanlah hal yang demikian ini pada seluruh sholatmu.” (HR. Al Bukhari-Muslim).

Kedua, mereka sudah menjaga waktunya, hukum-hukumnya, dan rukun rukunnya secara dzahir. Akan tetapi dia tidak bersungguh - sungguh dalam memperjuangkan hatinya agar bebas dari keraguan dan kelalaian.

Ketiga, mereka yang sudah menjaga hukum-hukumnya, rukunnya, dan mereka bersungguh-sungguh untuk menjauhkan hati dari keraguan dan lalai. Dalam shalatnya dia sibuk berjuang agar dosa yang dilakukannya tidak sampai mengganggu shalatnya.

Keempat, mereka yang mendirikan shalat dengan bagus, menunaikan syarat dan rukunnya, lalu hatinya sibuk mengawasi shalatnya agar sesuai hukum dan rukun rukunnya. Sehingga hatinya tersibukkan oleh upaya untuk memperbaiki dan membaguskan shalatnya.

Kelima, mereka yang rnendirikan shalat sama seperti dengan yang keempat. Akan tetapi, bersamaan dengan itu hatinya seakan telah terbawa di antara genggaman Allah. Ia seakan melihat Allah dengan hatinya. Merasa diperhatikan. Hatinya dipenuhi rasa cinta dan pengagungan kepadaNya. Seakan-akan dia melihatNya dan menyaksikanNya. Hilanglah keraguannya, berganti keyakinan sempurna, terangkat hijab antara dirinya dengan Rabbnya. Maka keadaannya saat dia shalat dan tidak shalat seperti langit dan bumi. Dia tenteram bersama Tuhannya, dan karenanya shalat itu jadi penyejuk pandangan baginya.


Maka golongan pertama, shalatnya adalah seperti hukuman. Golongan kedua, shalatnya adalah untuk muhasabah diri. Golongan ketiga, shalatnya adalah tebusan atas dosa - dosanya. Golongan keempat, shalatnya adalah penambahan pahala dan kebaikan. Sedangkan golongan kelima, shalatnya adalah penghubung dengan Rabbnya. Sehingga shalatnya seperti yang dikatakan Nabi, yaitu menjadi “penyejuk pandangan.” 

Barangsiapa yang dia memperoleh “kesejukan memandang” dalam shalatnya, maka ia akan memperoleh ”kesejukan memandang” di akhirat yaitu saat perjumpaan dengan Allah. Barangsiapa tenteram hatinya dalam “memandang” Allah saat shalat, maka hatinya juga akan selalu tenteram dalam urusan lainnya. tidak disibukkan dan tidak pula disempitkan oleh urusan-urusan dunia. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak mendapat karunia ketentraman ” memandang keagungan Allah “ dalam shalat, maka nafsunya akan membawanya pada ambisi - ambisi dunia yang tidak ada ujungnya.
WaIIahu A’lam Bisshowab. 

Sumber : Majalah Nurul hayat edisi 151 Rubrik Hikmah Utama III, Hal 11

2 komentar:

Unknown mengatakan...

sholat khusyuk mmg sulit.. tp kita wajib trs berusaha

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.