Senin, 08 Agustus 2016

Ramadhan Yang Tercuri

Di saat Allah membuka lebar ampunan di Bulan Ramadhan, nyatanya tidak semuanya beranjak untuk bertaubat kepadaNya. Selalu berulang setiap tahun daftar orang - orang yang mengakhiri Ramadhan tanpa memperoleh apa-apa kecuali pengalaman haus dan lapar. Tanpa sadar Ramadhan mereka telah tercuri. Mereka membiarkan para pencuri mengambil “ harta dan  mutiara” Ramadhan yang Allah berikan kepadanya.

Dalam rentang masa Ramadhan, setiap kita adalah penempuh perjalanan menuju Allah. Di ujung perjalanan sana, di akhir Ramadhan, ada tempat mulia, ampunan dan kenikmatan Iman yang Allah janjikan. Sayangnya, perjalanan ini tidak mulus dan memiliki banyak hambatan.

Disaat Allah mempersiapkan ampunan, ada orang - orang yang sama sekali tidak berhasrat dengan janji ampunan Allah. Golongan itu justru menginginkan kita juga gagal meraih ampunan itu. Siapa mereka? Merekalah yang Allah sebut dalam firmanNya, “ Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang - orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh – jauhnya ( dan kebenaran )” (QS. An Nisa: 27)

Para penyuka hawa nafsu, akan berjuang bagaimana caranya agar orang orang mukmin berpaling dari jalan taubat dan takwa. Mereka berusaha memalingkan manusia dari jalan Allah dan jalan agama, menuju jalan hawa nafsu dan syahwat, dimana jalan ini menyebabkan kerusakan hati, rusaknya kehidupan dunia dan adzab akhirat.
 
Masalahnya, tidak semua orang sadar bahwa Ramadhannya telah tercuri. Saking banyaknya orang - orang yang kecurian, akhirnya mereka menganggap biasa - biasa saja. Karena teman sekantor juga banyak yang kecurian, justru yang tampak aneh di hadapan teman - temannya adalah yang menjaga Ramadhannya agar tak sampai kecurian.

Memang yang dicuri bukanlah harta benda, sehingga banyak orang tidak sadar dirinya sedang mengalami kerugian. Ah, andai mereka mengerti, bahwa yang dicuri justru Iebih mahal dan berharga daripada harta benda. Lihat saja, kelak manusia sangat ingin menukar seluruh harta bendanya, bahkan kalau bisa harta sedunia, dengan ampunan Allah dan jaminan Surga. Allah berfirman, “Dan kalau setiap diri yang zalim itu mempunyai segala apa yang ada dibumi ini, tentu dia (in gin) menebus dirinya dengan itu, dan mereka membunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan azab itu. Dan telah diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dianiaya. (QS. Vunus :54)

Maka jangan sampai kita tidak sadar dengan pencurian Ramadhan. Memang bersarnaan dengan berjalannya hari-hari Ramadhan, boleh jadi tabungan pahala kita bertambah. Ya, Siapa yang menyangsikan pahala seseorang yang di hari-hari pertamanya aktif shalat tarawih di Masjid? Ya, siapa yang menyangsikan pahala orang yang memberikan beberapa bungkus nasi untuk buka puasa? Semua adalah pahala.

Akan tetapi, tahukah kita bahwa Ramadhan bukan sekedar paket pemberian pahala yang kita bebas memilih semau kita. Ramadhan adalah pendidikan ruhani yang paketnya sudah ditetapkan satu bulan. Tidak ada pilihan bisa ambil sebagian atau setengah bulan atau sepuluh hari saja. Jadi ukurannya jelas. Kalau ketaatan itu tak utuh sampai sebulan, berarti drop out alias gagal.

Sebesar apapun potensi pahala, kalau mengerjakannya dengan hati kotor tentu ketidak ikhlasannya membuat pahala itu sirna. Sebesar apapun pahala, kalau dosa yang dilakukan tidak kalah besar, juga sia-sia. Maka sebagaimana pentingnya menambah pundi-pundi pahala, yang juga tak kalah penting adalah mendidik jiwa agar makin bertakwa. Takwalah yang menyebabkan keikhlasan saat beramal, takwalah yang menyebabkan kita takut untuk berbuat dosa dan maksiat. lnilah yang menjadi esensi target Ramadhan.

Dalilnya jelas, bahwa Ramadhan mengibarkan bendera takwa sebagai tujuan utama di atas janji-janji pahala. “..diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Punya rasa takut), “(QS. Al Baqarah :183). 

Andai dalam Ramadhan ini kita gagal mendulang derajat takwa, lalu tetap menuruti hawa nafsu, maka kita harus berani mengakui bahwa kita gagal dalam Ramadhan. Meskipun kita sudah keluar uang untuk membagi-bagi takjil, meskipun kita sudah ikut shalat tarawih di Masjid di awal-awal Ramadhan.

Dalam keadaan seperti ini, kita adalah orang yang Ramadhannya tercuri. Sudah mengumpulkan banyak pahala di hari-hari awal Ramadhan, tapi gembos di akhirnya. Di akhir-akhir Ramadhan, kita banyak tercuri waktu-waktu ibadahnya, tercuri pahalanya karena mulai bosan dengan ketaatan, tercuri kekhusyukannya karena mulai kesibukan-kesibukan, dan tercuri kenikmatan ibadahnya.

 Allah berfirman, “Katakanlah, Maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik - baiknya.” (QS. Al Kahfi :103-104).
 
Sangat gampang untuk mengukur apakah Ramadhan kita tercuri atau tidak. Menjalani Ramadhan, adalah seperti orang yang melakukan penjalanan. Mereka yang terhenti tidak melanjutkan penjalanan adalah yang kehabisan bekal dan bahan bakar. Bekal mereka habis karena di tengah jalan tercuri oleh para pencuri. Sehingga belum sampai selesai, mereka sudah berhenti.

Nah, kalau di hari akhir-akhir Ramadhan Anda mulai tidak banyak muncul di Masjid, makin di akhir Ramadhan taubatnya tidak makin panjang, bacaan Al-Quran tak lagi terdengar atau Anda tidak ada dalam kerumunan orang yang memburu lailatul Qadr, maka hampir dipastikan Anda sepertinya tak lagi punya bekal. Kasihan, mungkin Anda sedang kecurian. Wallahu A’lam Bisshowab

  
Sumber  : Majalah Nurul Hayat edisi 149 Tahun 2016, Kolom Hikmah Utama

1 komentar:

Unknown mengatakan...

mohon ijin shareee