Di
saat Allah membuka lebar ampunan di Bulan Ramadhan, nyatanya tidak semuanya
beranjak untuk bertaubat kepadaNya. Selalu berulang setiap tahun daftar orang -
orang yang mengakhiri Ramadhan tanpa memperoleh apa-apa kecuali pengalaman haus
dan lapar. Tanpa sadar Ramadhan mereka telah tercuri. Mereka membiarkan para
pencuri mengambil “ harta dan mutiara” Ramadhan
yang Allah berikan kepadanya.
Dalam rentang masa Ramadhan, setiap kita adalah penempuh perjalanan menuju Allah. Di ujung perjalanan sana, di akhir Ramadhan, ada tempat mulia, ampunan dan kenikmatan Iman yang Allah janjikan. Sayangnya, perjalanan ini tidak mulus dan memiliki banyak hambatan.
Disaat
Allah mempersiapkan ampunan, ada orang - orang yang sama sekali tidak berhasrat
dengan janji ampunan Allah. Golongan itu justru menginginkan kita juga gagal
meraih ampunan itu. Siapa mereka? Merekalah yang Allah sebut dalam firmanNya, “
Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang - orang yang mengikuti hawa
nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh – jauhnya ( dan kebenaran )”
(QS. An Nisa: 27)
Para penyuka hawa nafsu, akan berjuang bagaimana caranya agar orang orang mukmin berpaling dari jalan taubat dan takwa. Mereka berusaha memalingkan manusia dari jalan Allah dan jalan agama, menuju jalan hawa nafsu dan syahwat, dimana jalan ini menyebabkan kerusakan hati, rusaknya kehidupan dunia dan adzab akhirat.
Masalahnya, tidak semua orang sadar bahwa Ramadhannya telah tercuri. Saking banyaknya orang - orang yang kecurian, akhirnya mereka menganggap biasa - biasa saja. Karena teman sekantor juga banyak yang kecurian, justru yang tampak aneh di hadapan teman - temannya adalah yang menjaga Ramadhannya agar tak sampai kecurian.
Memang
yang dicuri bukanlah harta benda, sehingga banyak orang tidak sadar dirinya
sedang mengalami kerugian. Ah, andai mereka mengerti, bahwa yang dicuri justru
Iebih mahal dan berharga daripada harta benda. Lihat saja, kelak manusia sangat
ingin menukar seluruh harta bendanya, bahkan kalau bisa harta sedunia, dengan
ampunan Allah dan jaminan Surga. Allah berfirman, “Dan kalau setiap diri yang
zalim itu mempunyai segala apa yang ada dibumi ini, tentu dia (in gin) menebus
dirinya dengan itu, dan mereka membunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan
azab itu. Dan telah diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang
mereka tidak dianiaya. (QS. Vunus :54)
Maka jangan sampai kita tidak sadar dengan pencurian Ramadhan. Memang
bersarnaan dengan berjalannya hari-hari Ramadhan, boleh jadi tabungan pahala
kita bertambah. Ya, Siapa yang menyangsikan pahala seseorang yang di hari-hari pertamanya
aktif shalat tarawih di Masjid? Ya, siapa yang menyangsikan pahala orang yang
memberikan beberapa bungkus nasi untuk buka puasa? Semua adalah pahala.
Akan tetapi, tahukah kita bahwa Ramadhan bukan sekedar paket pemberian pahala
yang kita bebas memilih semau kita. Ramadhan adalah pendidikan ruhani yang
paketnya sudah ditetapkan satu bulan. Tidak ada pilihan bisa ambil sebagian
atau setengah bulan atau sepuluh hari saja. Jadi ukurannya jelas. Kalau
ketaatan itu tak utuh sampai sebulan, berarti drop out alias gagal.
Sebesar apapun potensi pahala, kalau mengerjakannya dengan hati kotor tentu
ketidak ikhlasannya membuat pahala itu sirna. Sebesar apapun pahala, kalau dosa
yang dilakukan tidak kalah besar, juga sia-sia. Maka sebagaimana pentingnya
menambah pundi-pundi pahala, yang juga tak kalah penting adalah mendidik jiwa
agar makin bertakwa. Takwalah yang menyebabkan keikhlasan saat beramal,
takwalah yang menyebabkan kita takut untuk berbuat dosa dan maksiat. lnilah
yang menjadi esensi target Ramadhan.
Dalilnya
jelas, bahwa Ramadhan mengibarkan bendera takwa sebagai tujuan utama di atas janji-janji pahala. “..diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Punya rasa takut),
“(QS. Al Baqarah :183).
Andai
dalam Ramadhan ini kita gagal mendulang derajat takwa, lalu tetap menuruti hawa
nafsu, maka kita harus berani mengakui bahwa kita gagal dalam Ramadhan.
Meskipun kita sudah keluar uang untuk membagi-bagi takjil, meskipun kita sudah
ikut shalat tarawih di Masjid di awal-awal Ramadhan.
Dalam keadaan seperti ini, kita adalah orang yang Ramadhannya tercuri. Sudah
mengumpulkan banyak pahala di hari-hari awal Ramadhan, tapi gembos di akhirnya.
Di akhir-akhir Ramadhan, kita banyak tercuri waktu-waktu ibadahnya, tercuri
pahalanya karena mulai bosan dengan ketaatan, tercuri kekhusyukannya karena
mulai kesibukan-kesibukan, dan tercuri kenikmatan ibadahnya.
Allah berfirman, “Katakanlah, Maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang orang
yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia
perbuatannya dalam kehidupan dunia ini sedangkan mereka menyangka bahwa mereka
berbuat sebaik - baiknya.” (QS. Al Kahfi :103-104).
Sangat gampang untuk mengukur apakah Ramadhan kita tercuri atau tidak. Menjalani Ramadhan, adalah seperti orang yang melakukan penjalanan. Mereka yang terhenti tidak melanjutkan penjalanan adalah yang kehabisan bekal dan bahan bakar. Bekal mereka habis karena di tengah jalan tercuri oleh para pencuri. Sehingga belum sampai selesai, mereka sudah berhenti.
Nah, kalau di hari akhir-akhir Ramadhan Anda mulai tidak banyak muncul di Masjid, makin di akhir Ramadhan taubatnya tidak makin panjang, bacaan Al-Quran tak lagi terdengar atau Anda tidak ada dalam kerumunan orang yang memburu lailatul Qadr, maka hampir dipastikan Anda sepertinya tak lagi punya bekal. Kasihan, mungkin Anda sedang kecurian. Wallahu A’lam Bisshowab
Sumber : Majalah Nurul Hayat edisi 149 Tahun 2016,
Kolom Hikmah Utama
1 komentar:
mohon ijin shareee
Posting Komentar